[ID-PPA] Pi.8
- Signatur
-
- Pi.8
- Titel
-
- Kempalan Serat Piwulang
- Einrichtung
- Katalog
-
- Pi.8
- ↳ wie in Referenz
-
- Kempalan Serat Piwulang
- Thematik
- Region
- Inhalt
-
- Teks berbentuk puisi: macapat, sekar ageng, sekar tengahan.
Naskah inbi berupa 9 piwulang. Pemarakarsa penggubahan adalah Paku Alam II. Awal penggubahan adalah hari Selasa Kliwon, tanggal 11 Sura, jam 6 pagi, wuku Sungsang, lambang Kulawu, tahun Jumakir, dengan candra sengkala “Boma Swareng Pandhita Raja”. Adapun isinya sebagai berikut.
1. Sahadat Sêkar Agêng (h.2-4), menjelaskan tentang niat dan maksud kalimat syahadat dengan menguraikan keesaan Allah dan Nabi Muhammad.
2. Dewaruci/Bimasuci (h.8-51), cerita diawali dengan keinginan Drona untuk memperdaya Pandawa supaya mereka terbunuh. Ia menyuruh Bima untuk “air kehidupan”. Sebelum beranagkat, Bima berpamitan dengan sauadara-saudaranya di Amarta. Saudara-saudaranya berusaha menghalangi karena menganggap hal tersebut berbahaya, tetapi Bima berkeras hati. Ia hanya patuh menjalankan perintah guru meskipun harus mati. Selajnutnya, diceritakan perjalanan Bima mencari “air kehidupan” dengan menjelajah rimba, gunung, dan jurang. Namun “air kehidupan” tersebut tidak ditemukan. Ketika ia berdiri di bawah sebuah pohon beringin,terdengar suara tanpa wujud yang memberi tahu bahwa petunjuk Drona tidak benar, maka kembalilah ia ke Astina. Akhir cerita, Bima kembali mencari “air kehidupan”, dan berhasil bertemu dengan Dewaruci yang mengajarkan kepadanya hakikat kehidupan dan Tuhan.
3. Wulangreh (h.64-111), teks diawal dengan puji-pujian kepada Tuhan. Teks ini merupakan ajaran Paku Buwana IV kepada para putranya gar senantiyasa melatih jiwa dan pikiran. Hal itu dapat dilakukan melalui latihan-latihan fisik secara bersungguh-sungguh, seperti mengurangi makan-tidur, olah keprajuritan, dan menjauhi tindakan bersenang-senang. Dianjurkan pula untuk menuntut ilmu dan melaksanakan hukum agama yang benar.
4. Wulang Estri (h.111-125), merupakan kelanjutan ajaranPaku Buwana IV yang ditujukan bagi putrinya, yaitu berupa ajaran rumah tangga. Dikatakan bahwa berumah tangga bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, perlu diketahui seluk-beluknya. Saran orang berumah tangga bukanlah harta atau rupa, melainkan “eling”. Dalam menyampaikan ajaran ini, digunakan pula kisah seorang raja Cina dan Raja Ternate yang sedang menasihati putri mereka. Pada akhir teks, diajarkan tentang alasan seseorang disebut sebagai “perempuan” berdasarkan hubungannya dengan lelaki. Berdasarkan kreteria ini, terdapat kategori perempuan yang baik dan perempuan buruk.
5. Seh Tekawardi (h.126-156), berisi ajaran Seh Tekawardi, seorang pendeta yang diam di gunung Maligerêtna di Negara Garbasumandha. Pada suatu hari, ia memberikan wejangan yag dihadiri oleh anak cucunya dan penduduk Garbasumandha dari berbagai usia. Ajarannya antara lain : definisi tentang orang tua dan orang muda, hal-hal yang sebaliknya dilakukan disaat muda, serta arti hidup di dunia. Selain itu, diajarkan tentang sikap dan sifat yang harus dilakukan pada saat mengabdi pada raja, serta ajaran tentang perilaku dan cara bertapa.
6. Carakabasa (h.157-159), berisi tentang ajaran tata krama berbahasa, yaitu aturan penggunaan bahasa Jawa yang benar sesuai dengan tingkat kedudukan lawan bicara.
7. Sewaka (h.160-189), merupakan ajaran untuk para abdi, berisi tatacara, sikap, dan sifat yang sebaliknya dimiliki oleh seseorang yang akan mengabdi pada seorang majikan. Disebutkan pula tentang manfaat mengabdi.
8. Dewaruci sekar macapat (h.189-230), berisi ajaran filsafat kehidupan yang dismpaikan Dewaruci kepada Bima. Pada akhir cerita, Bima berhasil memperoleh ajaran tentang kebenaran sejati.
9. Wulangipun Prabu Rama dhatêng Prabu Wibisana (h.231-256), berisikan tentang Prabu Rama Wijaya sesudah mengalahkan kerajaan Alengka. Ia mengangkat Wibisana sebagai raja Alengka bergelar Prabu Gunawan Wibisana. Prabu Rama memberikan wejangan tentang konsep raja utama, sikap yang sebaliknya dilakukan seorang raja dalam menghadapi suatu peristiwa, juga fungsi harta kekayaan untuk kebaikan suatu kerajaan.
10. Asthabrata (h.257-273), merupakan kelanjutan ajaran Rama kepada Wibisana tentang konsep raja. Berisi ajaran tentang watak delapan dewa berkaitan dengan watak ideal seorang seorang manusia yang memujanya. Watak para dewa yang dibiarkan adalah watak Dewa Indra, Yama, Surya, Candra, Bayu, Wisnu, Brama, dan Baruna.
11. Ajaran “Sêstradi” (h.289-290), dari Paku Alam II kepada Paku Alam V yaitu ajaran tentang sikap hidup ideal yang terdiri dari 21 Perkara.
12. Wulang Dalêm Kanjêng Gusti kaping II (h.291-314), merupakan ajaran Paku Alam II pada Bendara Raden Resminingdyah tentang hubungan kawula-Gusthi, sikap dan sifat ideal seorang abdi dalem untuk mendapatkan kasih tuannya, dan batasan-batasan yang dimiliki oleh seorang hamba dan tuan.
13. Nitisruti Sang Purwadiningratan (h.314-322), diawali dengan cerita tentang kelakuan para priyayi yang berusaha menelusuri asal-usulnya supaya dapat masuki dalam kelas bangsawan tinggi.
14. Wulang Dalêm Ingkang Sinuhun kaping I (h.322-325), nasihat Hamengku Buwana I kepada putranya Paku Alam I pada masa muda, terutama dalam hal belajar sastra.
15. Sêrat Yudanêgara (h.325-330), ajaran tentang sikap ideal seorang prajurit dan sikapnya, terutama pada saat harus berhadapan dengan kematian ketika berperang membela negara.
16. Pêpali (h.330-332), merupakan ajaran Kyai Ageng Sesela pada anak cucunya tentang pepali yang akan membawa berkah jika dipatuhi, yaitu dengan menjauhi watak-watak buruk yang disebutkan dalam teks.
17. Pêpali Kaartosakên (h.322-325), merupakan penjelasan lebih lanjut tentang pepali Kyai Ageng Sesela di atas, bertujuan supaya anak-cucu di Suryaningratan dapat lebih memahami isi ajaran tersebut.
18. Dasanama (h.352-361), berisi penjelasan dasanama atau sebutan lain untuk raja yang masing-masing memiliki makna ; yaitu : Ratu, Narendra, Sri Narapati, Sri Nata, Nara Maharaja, Sri Mrawasani, Sri Naradipatya, Sri Dipaningsih, Naradipengrat, dan Sang Prabu Katog Bêthara. Dilanjutkan dengan penjabaran dasanama permaisuri atau istri raja, yaitu: Padmi, Kamini, Suprana, Patnawibawa, dan Sandyasmara. Teks diakhiri dengan penjelasan tentang putra-putra raja yang disebut pangeran, kedudukan mereka, dan beberapa ajaran.
19. Wulang Dalêm Ingkang Sinuhun Kanjêng Susuhunan ing Surakarta kaping IX (h.363-378), menceritakan bupati yang sedang bersenang-senang di Langenarja. Di sana, pada malam hari ia mendengar dongeng tentang manusia, sedang siang harinya mengadu kambing atau babi hutan. Pada suatu hari, ia menyuruh seorang pelayan membacakan kitap tafsir dan fikih yang sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan agama, antara lain: hukum-hukum agama (haram, najis, dan sebagainya), aturan salat, kewajiban rumah tangga, dan lain-lain, dilanjutkan dengan nasihat tentang kehidupan, menyangkut hubungan horizontal (antarmanusia) dan vertikal (manusia-Tuhan).
Sebagai pembanding dalam hal isi teks, lihat naskah no. Pi.9 dan Pi.25.
- Teks berbentuk puisi: macapat, sekar ageng, sekar tengahan.
- Sprache
- Schrift
- Typ
- Anzahl der Bände
-
- 1
- Einband
-
- Bahan sampul: kulit binatang.
Ukuran sampul: 20 x 33 cm - Kendor.
- Bahan sampul: kulit binatang.
- ↳ Material
- ↳ Farbe
- ↳ Wasserzeichen
-
- Singa bermahkota membawa pedang menghadap ke samping, dalam medalion bermahkota bertuliskan
CONCORDIA RESPARVAE CRESCUNT.
Counter mark: VDL
- Singa bermahkota membawa pedang menghadap ke samping, dalam medalion bermahkota bertuliskan
CONCORDIA RESPARVAE CRESCUNT.
- Blattzahl
-
- xxvi + 378 + xxiv = 428 halaman
- Blattformat
-
- 19 x 31,5 cm
- Textspiegel
-
- 13,5 x 22,5 cm
- Zeilenzahl
-
- 21
- Spaltenzahl
-
- 1
- ↳ Tinte
- Einrichtung
- Projekt
- Signatur
-
- Pi.8
- ↳ alternativ
-
- Girardet 54125
- Bearbeiter
-
- S.R. Saktimulya
- Bearbeitungsstatus
-
- Ersteingabe komplett
- Statische URL
- https://www.qalamos.net/receive/ID9Book_manuscript_00000265
- MyCoRe ID
- ID9Book_manuscript_00000265 (XML-Ansicht)
- Export
- Lizenz Metadaten
- CC0 1.0
- Anmerkungen zu diesem Datensatz senden
